Kajian Terhadap Fenomena Minat Baca Anak Indonesia Akan Literatur Asing Berikut Dampak Yang Ditimbulkan
Problematika mendasar masalah minat baca pada masyarakat indonesia adalah pada tingkat intensitas aktivitas membacanya yang masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan asia. Faktor budaya dapat dikatakan sebagai penyebab dari permasalahan tersebut dimana budaya lisan dan visual di Indonesia lebih dominan dan menunjukkan angka mayoritas terhadap budaya baca. Disamping itu juga tingkat keberkasaraan atau melek huruf penduduk Indonesia yang tergolong rendah merupakan penghalang terhadap aktivitas membaca.
Permasalahan tersebut juga dipengaruhi oleh seberapa jauh proses pengenalan perilaku dan minat baca sedini mungkin. Untuk hal tersebut peran orang tua dan lingkungan anak lebih diutamakan sebagai pembentukan semangat membaca dalam diri anak. Pada umumnya anak yang gemar membaca mendapat pengaruh dari orang tua maupun lingkungannnya yang kemudian pengaruh itu berkembang menjadi rangsangan pada si anak untuk menumbuhkan minat dan perilaku gemar membaca.
Namun yang banyak terjadi di lapangan adalah sebaliknya, dimana lingkungan tempat tumbuh-kembang sang anak menemukan dan mencari identitas diri tidak mendukung proses implementasi perilaku gemar membaca anak. Artinya orang tua dan lingkungan bersikap apatis terhadap aktivitas membaca. Hal yang demikian itu dapat kita jumpai hingga kini misalnya guru yang melarang murid untuk membawa bahan bacaan apapun selain buku pelajaran ke sekolah yang akan mematikan semangat membaca mereka. Selain itu sikap orang tua yang lebih mementingkan pencapaian prestasi akademik anak daripada memupuk dan menumbuhkembangkan minat anak akan bacaan maupun sastra lokal yang mampu memberikan anak gambaran tentang nilai dan norma sosial.
Di samping permasalahan mendasar akan perilaku tersebut muncul suatu fenomena ketika minat akan aktivitas membaca mulai berkembang pada golongan cinta pustaka atau masyarakat yang sudah faham dan sadar akan arti penting perilaku gemar membaca khususnya anak-anak dan remaja. Masalah tersebut yakni maraknya karya-karya terjemahan atau bacaan asing yang dienkripsi dengan menggunakan bahasa lokal.
Berbagai macam karya yang disukai oleh anak maupun remaja dalam bentuk komik, dongeng, cerita bergambar, cerita pendek maupun novel merupakan karya terjemahan yang mendominasi hampir di tiap-tiap toko buku dan penerbit lokal. Karya tersebut pada umumnya berasal dari Amerika dan Jepang. Sebut saja dongeng karya Hans Christian Andersen, komik Naruto, Death note, atau Spongebob lebih disukai oleh konsumen anak-anak dan remaja. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah dimanakah tempat karya-karya lokal oleh para pembaca di indonesia?Apakah anak-anak bangsa kita mulai terdegradasi semangat nasionalismenya?
Bila dilihat dari perspektif positif, sebenarnya fenomena tersebut merupakan sinyalemen positif terhadap pertumbuhan minat dan semangat membaca anak. Pola-pola budaya lisan yang dianggap konvensional dalam masyarakat perlahan mulai beralih pada ketertarikan terhadap aktivitas membaca. Anak maupun remaja yang sejak dini dikenalkan aktivitas dan perilaku gemar membaca akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk membentuk identitas dirinya dengan menemukannya dari bahan bacaan serta menyesuaikannya dengan kemauannya. Selain itu anak dan remaja tersebut cenderung lebih memiliki kemampuan berliteratur atau aktivitas mengekspresikan informasi sehingga menumbuhkan rasa percaya diri dan daya saing yang cukup dalam lingkungan pergaulannya. Dalam artian lain, karya terjemahan dapat dikatakan sebagai pemuas dahaga anak-anak akan bahan bacaan lokal yang selama ini lesu di pasaran.
Karya terjemahan juga dapat berfungsi sebagai katalisator terhadap berbagai budaya bangsa lain. Artinya, karya terjemahan merupakan jembatan perantara dalam pemahaman terhadap nilai moral dan budaya bangsa lain. Anak maupun remaja diharapkan dapat mengenal kebudayaan bangsa lain dalam mengkonsumsi karya terjemahan. Dari proses pengenalan atau gambaran budaya suatu negara maka akan terbentuk sikap saling menghormati antar sesama warga dunia karena anak Indonesia tidak mengalami kendala bahasa dalam membaca karya terjemahan tersebut.
Sehingga yang menjadi indikator penyampaian informasi yang dinilai berhasil dalam karya terjemahan adalah proses transformasi atau penggubahan bahasa asal yang sesuai tanpa melebihkan atau mengurangi nilai makna yang dikandungnya. Tetapi apabila proses penerjemahan itu berlangsung secara asal-asalan, tentunya akan berdampak negatif khususnya bagi para pembaca yang tidak memiliki pemahaman cukup tentang nilai budaya bangsa lain dapat mengakibatkan mereka terpengaruh oleh nilai budaya itu dan mengakibatkan budaya dan nilai moral lokal terdegradasi. Dapat dibayangkan bagaimana jadinya bila yang mempengaruhi anak-anak adalah kebudayaan yang condong ke arah negatif yang tidak sesuai dengan pandangan bangsa, tentunya akan sangat merugikan bagi perkembangan generasi bangsa dan bangsa itu sendiri secara holistik.
Intensitas terhadap aktivitas membaca karya terjemahan dapat pula melunturkan semangat nasionalisme generasi muda. Penyebabnya adalah ketika anak maupun remaja selalu disuguhi karya-karya tersebut tanpa diimbangi oleh karya lokal yang mengusung budi perkerti serta contoh-contoh normatif kedaerahan yang seharusnya lebih dikenal dan difahami anak daripada budaya luar akan memungkinkan sang anak merasa tidak bangga dan paham akan kekayaan budayanya yang pada dasarnya lebih beragam dan kaya akan nilai moral dan kearifan lokal. Bila sikap inferior akan nilai budaya dan moral bangsa terbentuk maka bisa jadi nilai-nilai tersebut akan pudar karena para generasi muda tidak memiliki ketertarikan terhadap nilai budaya lokal.
Selain memberikan dampak pada para pembacanya karya terjemahan juga memiliki dampak yang signifikan bagi penerbit berkenaan dengan maraknya karya terjemahan yang menjadi konsumsi anak-anak dan remaja di saat ketertarikan akan bacaan dan semangat membaca mulai tumbuh. Peluang tersebut disadari betul oleh para penerbit lokal untuk menghadirkan karya-karya terjemahan yang sedang disukai pasar.
Kondisi percetakan dan bidang penerbitan buku yang awalnya lesu dikarenakan minat baca rendah serta kehadiran karya-karya lokal yang sulit berkembang dalam pasar mulai secara bertahap mengalami pergeseran yang cukup signifikan. Dengan melihat peluang tersebut pihak penerbit buku dapat meraup keuntungan akan karya terjemahan yang laris di pasaran. Karya-karya bestseller seperti Harry Potter, Lord of the Ring, The Chronicle of Narnia, dan lainnya merajai pasar toko buku dan memiliki tempat khusus di hati para pembacanya. Dapat disimpulkan bahwa peluang tersebut memang membuka kesempatan dan memberikan angin segar terhadap dunia penerbitan yang sempat benar-benar lesu saat bangsa ini dilanda krisis moneter.
Sah-sah saja pihak penerbit memanfaatkan peluang tersebut demi menggairahkan kembali atmosfer usahanya. Namun perlu diingat pihak penerbit adalah pihak yang memegang autoritas terhadap karya yang akan di-release di pasar. Dalam kata lain pihak penerbit dianggap perlu memiliki kontrol akan bacaan disamping tugas pemerintah dan lembaga terkait. Hal tersebut ditujukan sebagai langkah preventif terhadap penetrasi nilai budaya asing yang terkandung dalam suatu bacaan yang berpeluang dalam penciptaan degradasi budaya. Sehingga disamping segi materi dan profit, pihak penerbit juga dintuntut untuk menghadirkan suguhan bacaan baik itu terjemahan atau karya lokal yang memiliki kualitas yakni membuat cakrawala pengetahuan dan pemahaman akan budaya lokal pembacanya bertambah.
Dari seluruh pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan yakni karya asing yang disadur, diterjemahkan, atau diadaptasikan ke dalam bahasa Indonesia tidak sepenuhnya bertentangan dengan nilai budaya lokal di Indonesia. Sehingga kita tidak perlu menentang keberadaan karya-karya tersebut karena tidak semua nilai budaya asing yang terkandung dalam suatu bacaan memiliki nilai-nilai negatif yang dapat mengikis nilai budaya lokal.
Dalam manghadapi permasalahan ini seluruh elemen bangsa baik penerbit, masyarakat, pemerintah dan pihak terkait dituntut untuk bekoordinasi dalam memecahkannnya. Salah satu cara adalah dengan memberikan pemahaman, kontrol sosial dan budaya akan suatu bacaan, serta memberi pemahaman bahwa tidak semua karya sastra yang berbau luar negeri merupakan karya yang berkualitas. Karya-karya lokal tersebut sekarang mulai bangkit dan digemari masyarakat Indonesia, misalnya Ayat-ayat cinta, Laskar Pelangi, dan Ketika Cinta Bertasbih yang kini menjadi bestseller.
Penanaman akan pemahaman tersebut juga harus diimbangi dengan mendorong tumbuh kembang bacaan lokal karya anak bangsa yang kaya akan nilai budaya, moral, budi pekerti, adat istiadat, serta kearifan lokal yang berfungsi sebagai filter dalam menghadapi penetrasi budaya asing.. sehingga para generasi penerus kita tidak kehilangan jati diri dan identitas bangsa sebagai generasi muda Indonesia.
0 comments:
Post a Comment