Sunday, May 31, 2009

Peranan Media Massa Melalui Penyajian Berita Dalam Pembentukan Karakter Masyarakat Bangsa dan Perkembangan Informasi di Nusantara

Dewasa ini kebutuhan informasi masyarakat Indonesia mulai berkembang. Tidak hanya pada kebutuhan semu dan sesaat namun telah menjadi kebutuhan yang kontinyu dan rutin. Berbagai kebutuhan informasi baik mulai dari dunia hiburan, ekonomi-bisnis, politik, keilmuan, sampai hal yang sepele pun menjadi konsumsi khalayak. Informasi kini telah dinilai oleh masyarakat kita sebagai suatu kebutuhan, dari hanya sekedar untuk tahu hingga untuk kepentingan profesional, informasi kini mulai ditanggapi positif oleh masyarakat.Posisi informasi sebagai kebutuhan esensial dijadikan masyarakat kita untuk mencapai tujuan melalui manfaat yang diperolehnya.

Dengan ketersediaan informasi, manusia dapat memperluas cakrawala pengetahuannya, memahami kedudukan serta peranan dalam masyarakat dan mengetahui apa saja peristiwa yang terjadi di sekitarnya.
Beragam peristiwa dan informasi yang diperoleh masyarakat tidak terlepas dari peranan suatu media massa dalam hubungannya dengan penyajian dan intepretasi fakta peristiwa. Melalui media massa masyarakat mendapatkan suatu bentuk penyajian informasi berupa berita.
Berita bukanlah suatu informasi yang selalu terkait dengan segala peristiwa sebab tidak semua peristiwa menjadi buah bibir yang diberitakan. Berita sendiri lebih menitikberatkan konstruksi suatu realitas yang proses intepretasinya menggunakan ragam bahasa yang telah terukur. Sehingga bahasa dapat dikatakan memegang peranan penting dalam membentuk opini publik.

Namun sayangnya terdapat permasalahan berkaitan dengan berita yang dilansir oleh media massa. Tak jarang pemberitaan masih kurang objektif dari realitas sebenarnya selain itu keterbatasan pengupasan data dan fakta yang disajikan dalam suatu berita menjadikannya friksi. Dalam artian fakta telah terkontaminasi oleh opini dan subyektivitas penulis berita atau bahkan fakta dimanipulasi oleh sebgaian pihak demi kehendak tertentu.

Hal ini kemudian mengakibatkan gelombang opini publik yang kuat terhadap suatu persoalan yang diberitakan. Entah itu penilaian positif sebagai hegemoni citra positif yang diposting media massa atau membentuk opini negatif publik akan suatu perkara. Citra positif yang tidak sesuai dengan realita mengakibatkan kebohongan publik sedangkan opini negatif yang terus menerus dilansir akan menyebabkan tersugestinya rasa dendam dan kebencian sehingga aroma permusuhan publik mengental akan suatu persoalan. Dengan demikian kunci permasalahan adalah penyajian berita yang mampu memberikan deskripsi permasalahan seobjektif mungkin sehingga tendensi opini publik ke arah yang negatif dapat terkontrol. 

Dalam tulisan ini nantinya akan dijelaskan lebih jauh mengenai peran media massa dalam perkembangan informasi beserta permasalahan yang timbul. Definisi berita, definisi media massa dan jenis-jenisnya, konsep media massa yang ideal dampak dari kehadiran media massa hingga pada solusi dan action plan yang diterapkan dalam menghadapi permasalahan sosial tersebut.

Sebelum membahas lebih jauh tentang peranan media massa melalui berita dalam membentuk karakter publik, ada baiknya kita mengenal etimologi dari media massa dan berita sebagai bagian yang terkait didalamnya.

Definisi berita menurut sebagian para pakar komunikasi antara lain dijabarkan sebagai berikut:
1.Menurut Dean M. Lyle Spencer : Berita adalah suatu kenyataan atau ide yang benar yang dapat menarik perhatian sebagian besar dari pembaca.
2.Menurut Willard C. Bleyer : Berita adalah sesuatu yang termasa ( baru ) yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar. Karena itu ia dapat menarik atau mempunyai makana bagi pembaca surat kabar, atau karena dapat menarik pembaca - pembaca tersebut.
3.Menurut William S Maulsby : Berita adalah suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut.
4.Menurut J.B. Wahyudi : Berita adalah laporan tentang peristiwa atau pendapat yang memilki nilai penting, menarik bagi sebagian khalayak, masih baru dan dipublikasikan melalui media massa periodik.
5.Menurut Djafar H Assegaf : Berita adalah laporan tentang fakta atau ide yang termasa ( baru ), yang dipilih oleh staff redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca. Entah karena luar biasa, entah karena pentingnya, atau akibatnya, entah pula karena ia mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi dan ketegangan.

Dari beberapa definisi berita menurut pakar jurnalistik diatas dapat diperoleh suatu sintesa intisari dari pengertian berita. Unsur-unsur inti berita meliputi laporan, kejadian/peristiwa/pendapat yang menarik dan penting, serta disajikan secepat mungkin (aktual) melalui media massa periodik. 

Sedangkan sintesa pengertian dari media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Pengertian ’’dapat’’ di sini menekankan pada pengertian, bahwa jumlah sebenarnya penerima pesan informasi melalui media massa pada saat tertentu tidaklah esensial. Yang penting ialah pesan itu dapat sampai pada sejumlah besar orang yang secara tempat tersebar atau "The communicator is a social organization capable or reproducing the message and sending it simultaneously to large number of people who are spartially separated"(Tan, 1981 : 73).  

Adapun bentuk media massa, secara garis besar, ada dua jenis, yaitu : media cetak (surat kabar dan majalah, termasuk buku-buku) dan media elektronik (televisi dan radio, termasuk internet).
Dari dua pengertian diatas, semakin jelas peran media dalam kehidupan sosial suatu kelompok. Media bersifat menghubungkan masyarakat dengan persoalan. Pandangan media akan realitas persoalan akan menentukan isi simbolik realitas. Selain itu terdapat enam perspektif dalam melihat peran media dalam kehidupan sosial.

Pertama, melihat media massa sebagai window on event and experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi di luar sana. Atau media merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa.

Kedua, media juga sering dianggap sebagai a mirror of event in society and the world, implying a faithful reflection. Cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia, yang merefleksikan apa adanya. Karenanya para pengelola media sering merasa tidak “bersalah” jika isi media penuh dengan kekerasan, konflik, pornografi dan berbagai keburukan lain, karena memang menurut mereka faktanya demikian, media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak suka. Padahal sesungguhnya, angle, arah dan framing dari isi yang dianggap sebagai cermin realitas tersebut diputuskan oleh para profesional media, dan khalayak tidak sepenuhnya bebas untuk mengetahui apa yang mereka inginkan.

Ketiga, memandang media massa sebagai filter, atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih issue, informasi atau bentuk content yang lain berdasar standar para pengelolanya. Di sini khalayak “dipilihkan” oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan mendapat perhatian .

Keempat, media massa acapkali pula dipandang sebagai penunjuk jalan atau interpreter, yang menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian, atau alternative yang beragam

Kelima, melihat media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkin terjadinya tanggapan dan umpan balik.

Keenam, media massa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekadar tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif (press relation).

Peran media dalam masyarakat diatas nantinya akan membawa dampak dan perubahan yang signifikan bagi kehidupan sosial. Berbagai produk media yang disuguhkan pada pemirsanya memberikan sugesti dan pengaruh yang menyebabkan perubahan sosial. Menurut Karl Erik Rosengren pengaruh dan dampak media dapat dilihat dari skala kecil (individu) dan luas (masyarakat) serta cepat atau lambatnya pengaruh itu menyebar.

Artinya dampak media massa dapat meluas kepada siapapun secara holistik. Dan secara simultan dampak media massa membawa masayarakat menuju suatu perubahan. Tinggal bagaimanakah wujud perubahan itu, apakah positif atau negatif.

Peran media massa dinilai berperan positif bagi masyarakat apabila media dapat menyebarkan dan menanamka nilai-nilai moral sebagai contoh mencintai sesama manusia, menjunjung tinggi moral, menghormati hak-hak orang lain, menyebarkan tradisi saling memaafkan dan mangasihi. Oleh karena itu penyuguhan berita dan siaran di media massa walaupun menghibur harus tetap mendidik untuk membangun perilaku masyarakat yang sehat. 

Media massa juga bisa berperan sebagai sumber rujukan di bidang pendidikan dan penyebaran informasi yang cepat. Dalam hal ini, media dapat meningkatkan tingkat pengetahuan masyarakat. Sekarang ini, media memiliki andil yang penting dalam mengajak masyarakat untuk memerangi kekerasan, dan tindak kriminalitas. 

Media sebagai kekuatan strategis dalam menyebarkan informasi merupakan salah satu otoritas sosial yang berpengaruh dalam membentuk sikap dan norma sosial suatu masyarakat. Media massa bisa menyuguhkan teladan budaya yang bijak untuk mengubah prilaku masyarakat.
Namun terdapat dampak negatif dari penyuguhan berita maupun tayangan oleh media massa. Produk media massa akan membentuk opini dan perspektif publik yang negatif. Sebagai contoh tayangan iklan yang menampilkan produk rokok atau minuman keras yang terbukti berdasarkan riset terbaru mengungkap bahwa iklan semacam itu terbukti mensugesti anak-anak dan remaja untuk mencoba mengkonsumsinya. Sedangkan berita yang masih mencampurkan antara objek faktual dengan opini penulis dimungkinkan dapat menyebarluaskan rasa permusuhan dan berbagai tindakan anarkis.
 

Dampak negatif lain adalah berubahnya gaya hidup. Pada negara berkembang penyajian berita maupun tontonan asing membuat kebudayaan dan nilai-nilai lokal tergilas oleh modernisasi ala barat yang bersebrangan dengang paradigma budaya indonesia yang lebih bertendensi ketimuran.
Dalam taraf personal, media massa terbukti mengubah gaya hidup dan kecenderungan beraktifitas pemirsanya. Contoh dalam hal ini adalah tayangan atau siaran yang tersaji dalam program media elektornik seperti televisi, radio atau internet. Sejumlah peneliti mengungkapkan terlalu lama menyimak tayangan atau siaran yang disajikan media akan membuat gaya hidup semakin pasif dan malas bergerak. Kurangnya aktivitas fisik akan mempengaruhi kualitas kesehatan tiap-tiap individu.

Untuk menghadapi dampak-dampak negatif diatas diperlukan suatu solusi sekaligus suatu rancangan action plan yang bersifat preventif maupun penindakan. Mengingat posisi negeri pada masa globalisasi, tidak mungkin kita untuk mengelak dari perkembangan dan kemajuan teknologi berikut media massa. Media massa sebagai penggerak opini publik menjadikannya sebagai alat pengonstruksi masyarakat. Contoh konkret penanggulangan opini publik yang negatif telah dijelaskan dalam sosiologi komunikasi yang mengenal opinion leader atau pemuka pendapat. Media massa diharapkan lebih sering menayangkan pendapat dan argumentasi pemuka masyarakat seperti tokoh agama, tokoh kebudayaan, para pakar hingga para pemerhati masalah sosial. Sehingga diharapkan opini publik selalu terjaga dalam rel objektivitas positif.
Selain itu yang lebih penting adalah adanya peraturan pemerintah mengenai undang-undang pers, undang-undang perfilman dan undang-undang penyiaran. Dari regulasi yang ditetapkan itu nantinya diatur mekanisme akan pemberian sanksi tegas terhadap siapapun yang melanggarnya.

Hal lain yang menyokong dua action plan diatas adalah adanya upaya partisipasi masyarakat untuk bersama-sama mencegah dampak buruk dari globalisasi media. Dengan demikian terciptalah kebebasan pers yang dinamis dalam perkembangan informasi dan positif bagi pembentukan karakter masyarakat bangsa serta aktif dalam menjalankan peran pembangunan bangsa.



  DAFTAR REFERENSI

Kuswandi, Wawan.Komunikasi Massa:Sebuah Analisis  
  Media Televisi, Jakarta: Rineka Cipta, 1996.

Abdullah, Aceng.Press Relation:Kiat Berhubungan dengan  
  Media Massa, Bandung:Remaja Rosdakarya, 2004.

http://re-searchengines.com/mangkoes6-04-2.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Media_massa

http://fahrialz.wordpress.com/2008/12/18/dampak-media- 
  terhadap-masyarakat/






Read More.. Read more...

Saturday, May 30, 2009

Lingkungan Hidup Dan Kaitannya Dengan Masalah Sosial

Bila dibandingkan antara masalah lingkungan hidup dengan sosial, pastinya orang akan lebih intens mengkaji, menganalisa dan mencari argumen solutif untuk pemecahan masalah sosial. Sebanarnya masalah lingkungan hidup itu lebih inheren dan lebih dekat dengan pola perilaku manusia. Dapat dikatakan lingkungan hidup merupakan titik masalah yang menjadi awal munculnya permasalahan sosial.

Contoh nyata yang dapat dijadikan ilustrasi opini di atas adalah sampah. Masalah sampah berkaitan erat dengan nilai-nilai di masyarakat yaitu kepedulian dan kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan. Sedikit banyak perilaku yang berperan disini, sikap yang tertanam dalam masing-masing individu dalam memaknai sampah akan membawa dampak yang laten dalam hal sosial. Bila yang dimunculkan persepsi negatif individu akan sampah sebagai barang useless maka tak ayal akan memunculkan permasalahan lingkungan dan masalah sosial yang mengemuka setelahnya. Permasalahan banjir, polusi air akan berkaitan erat dengan masalah konservasi sumber daya air, lahan dan resapan. Sedikit banyak permasalahan lingkungan itu akan berimbas pada kehidupan sosial masyarakat yang akan menimbulkan kesenjangan sosial.

Contoh lain adanya keterkaitan tersebut adalah kasus penggundulan hutan (deforestasi) dan illegal logging. Pembukaan hutan karena faktor ekonomi membuat sebagian penduduk yang berada di daerah pedalaman tergusur. Atau bahkan penduduk suatu negara yang menuntut penggundulan hutan oleh ekspansi perusahaan asing kerena eksploitasi besar-besaran itu berbuntut pada kesejahteraan sosial.

Jadi dapat disimpulkan bahwa, keterkaitan satu sama lain tersebut dikarenakan permasalahan lingkungan yang masih dalam satu lingkaran ekologi. Lingkungan dan manusia sama-sama memiliki hubungan timbal-balik dalam satu ekosistem. Masalah lingkungan merupakan masalah bersama dan tiap-tiap individu mengemban tanggung jawab untuk menjaga keseimbangannya demi kesejahteraan sosial.
 

Read More.. Read more...

Friday, May 29, 2009

Kajian Atas Peranan Individu Dalam Perputaran Arus Informasi Sebagai Refleksi Terhadap Problematika Perkembangan Informasi

Era informasi adalah suatu produk dari perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan peradaban manusia. Era ini ditandai dengan transisi pola kehidupan bermula dari industry-oriented menuju masyarakat dengan pola information-oriented. Peralihan dari segmen industri menuju pada segmen informasi yang kini dianggap esensial dan urgen membuat transformasi fundamental yang mengubah cara kerja masyarakat secara global. Misalnya pergeseran jenis pekerjaan yang kini lebih berbasiskan pada ilmu pengetahuan. Sehingga terdapat perkembangan yang pesat dalam lima sektor yaitu pendidikan, penelitian dan pengembangan, media massa, serta teknologi informasi dan pelayanan informasi.

Dalam perkembangannya, pengetahuan (data, informasi, dan budaya) juga menjadi komoditas/sumber daya utama yang menggerakkan berbagai aspek semisal ekonomi, pendidikan dan politik. Akibatnya distribusi informasi atau penciptaan informasi menjadi kebutuhan yang fundamental bagi segala aspek. Hal ini akan menimbulkan individu memiliki motivasi tinggi dalam berburu dan menemukan informasi yang dianggap bisa menjadi suatu solusi akan suatu permasalahan tertentu.

Informasi yang telah dipandang dalam perspektif kebutuhan tersebut kemudian berkembang sangat pesat dengan dukungan produk teknologi. Dengan melihat peluang akan ketergantungan masyarakat terhadap informasi, beberapa pihak produsen kemudian berinovasi dalam menciptakan produk teknologi mereka terutama yang berbasis informasi. Hal ini menimbulkan output teknologi yang dilansir di pasaran menjadi sangat beragam. berbagai jenis varian muncul dan telah terimplementasi dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap seluruh pola aktivitas manusia. Mulai dari wahana TI paling sederhana berupa perangkat radio dan televisi, telepon genggam, hingga komputer beserta sambungan internet nirkabel yang membuat arus informasi mengalir dengan cepat.

Kemunculan berbagai varian TI tentunya membuat konsumen (masyarakat) memiliki beragam pilihan dalam memenuhi kebutuhannya akan informasi yang cepat, tepat, murah dan aman. Sehingga TI dinilai memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan aktivitas manusia dalam lingkupan kebutuhan akan informasi.

TI juga menciptakan paradigma baru dalam dunia kerja yang selalu dituntut seprofesional mungkin. Beberapa bidang kerja telah meangalami kesukseksan dalam pengimplementasian suatu teknologi informasi. Misalnya dalam bidang ekonomi dan perbankan dimana informasi memainkan peran penting dalam manifestasinya. TI telah mengubah wajah ekonomi konvensional yang lambat dan mengandalkan interaksi sumber daya fisik secara lokal menjadi ekonomi digital yang serba cepat dan mengandalkan interaksi sumber daya informasi secara global. Perputaran arus uang secara digital, modal, saham di Wall Street, serta nilai tukar dollar dengan hitungan menit dapat dipantau perkembangannya.

Namun seiring dengan perkembangan TI yang kian beragam, muncul suatu persoalan baru dimana masyarakat mengalami banjir informasi (information overloaded). Tiap-tiap perangkat TI yang beragam menyajikan informasi sesuai dengan formatnya masing-masing sehingga mengakibatkan membludaknya informasi di lapangan. Banyaknya informasi seringkali menjadikan pengguna TI dihadapkan pada informasi yang tidak sesuai, kandungannya yang kurang tepat, tidak relevan dengan konteks bahasan hingga informasi palsu yang tidak berdasar pada fakta.

Hal tersebut kemudian berpengaruh pada aspek psikologis masing-masing individu yang merasa bingung dalam memilih suatu produk TI beserta informasi yang disajikan. Bila fenomena banjir informasi di kalangan masyarakat luas dapat disikapi dengan landasan fundamental terhadap substansi informasi itu sendiri, maka diharapkan yang terjadi akan meminimalisir dampak negatif yang diakibatkannya. Namun apabila banjir informasi dihadapi tanpa suatu sikap mendasar maka yang akan terjadi adalah terjebak dan terseretnya masyarakat pada arus perputaran informasi yang lebih menonjolkan sisi negatifnya daripada sisi positif.

Sebagai contoh efek kemajuan media massa audio dan visual. Seperti televisi yang dalam hal ini memiliki dampak yang laten terhadap perubahan sosial karena televisi dinilai memberikan influensi terhadap nilai-nilai yang ada di masyarakat. Beragamnya tayangan yang disajikan pesawat televisi mulai dari pemberitaan tentang suatu hal yang remeh higga penting. Belum lagi efek dari tayangan yang sifatnya tidak mendidik semisal tayangan sinetron yang mayoritas hanya menonjolkan sisi kehedonisan, duniawi, materi, dan keerotisan.

Selain televisi, media internet juga dinilai membawa dampak perubahan simultan terhadap nilai-nilai budaya khususnya. Informasi dalam internet yang seringkali membawa penetrasi budaya asing dari berbagai lokasi di dunia. Berbagai peristiwa mulai dari yang remeh hingga yang penting dapat kita pantau perkembangannya dalam hitungan detik. Belum lagi aktivitas komunikasi yang sering di lakukan internet semisal e-mail, chating, blog, dan facebook memungkinkan pergeseran budaya setempat.

Intinya TI akan membawa pengaruh negatif bagi perkembangan perilaku serta pergeseran budaya (social changing) yang nantinya bila tidak disikapi dan ditanggulangi secara tepat dan dini akan menimbulkan permasalahan yang terakumulasi di belakang menjadi suatu problem yang telah akut.

Oleh karena itu diperlukan suatu pembentukan dan pembangunan kedewasaan bersikap dalam menanggulangi kencangnya laju informasi. Dalam hal ini tentunya yang memegang kendali terpenting adalah pihak pengguna TI yang bersangkutan. Masyarakat dalam konteks ini perlu diposisikan sebagai kunci utama arus informasi sebab merekalah yang memainkan peran utama juga mereka pulalah yang mendapat imbas secara langsung. Posisi strategis tersebut akan mengembangkan otoritas para pengguna dalam pemanfaatan TI bukannya menjadi objek eksploitasi oleh pasar dan bisnis informasi produsen yang jeli melihat peluang.
Dalam arti lain limpahan informasi tak kunjung dapat mencerdaskan khalayak bila yang memegang kunci akses terhadap informasi adalah para penguasa-penguasa teknologi atau pemain ekonomi pasar yang mengejar profit maupun rating.

Maka dalam menghadapi perkembangan informasi peran publik maupun individu haruslah didukung oleh kecerdasan dalam informasi (information literacy). Melimpahnya informasi tidak akan membawa dempak yang negatif andaikata publik dapat mengeksplorasi informasi menjadi sumber daya yang bermanfaat. Publik dituntut untuk dapat mengembangkan sikap melek informasinya yang dalam hal ini dapat berupa kemampuan dalam implementasi dari suatu teknologi informasi.

Kemampuan dalam information literacy dimulai dari kecakapan individu dalam pengoperasian suatu produk informasi. Suatu implementasi teknologi dinilai gagal apabila sumber daya manusia tidak terarah untuk memiliki penguasaan secara teknis terhadapnya. Dalam konsep kajian psikologis terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang alasan individu yakni theory of reasoned action (TRA), theory planned behavior (TPB) dan technology acceptance model (TAM).

Keahlian dalam mengakses suatu informasi juga tak kalah penting dalam pengaruh perkembangan informasi. Setelah individu memiliki keterampilan teknis dalam pengoperasian TI, diharapkan mereka juga memiliki kemampuan dalam mengakses informasi menggunakan produk TI menerapkan keahlian teknis. Tidak bisa dibayangkan apabila salah seorang individu ingin mengakses informasi tetapi dia tidak meiliki keahlian implementasi teknis. Oleh karena itu perlu upaya yang lebih gencar dalm melatih keahlian operasional TI.

Kemampuan selanjutnya yang perlu diterapkan adalah keahlian dalam menyeleksi suatu informasi. Dalam hal ini diperlukan suatu proses pembelajaran dalam hal bersikap dan menentukan pilihan yang selektif akan informasi. Informasi yang melimpah dan beragam kemudian harus disikapi secara dewasa. Masing-masing individu harus memiliki kemampuan dalam menentukan opsi-opsi prioritas akan kebutuhan informasinya. Pengguna diharapkan mampu memberikan definisi akan informasi yang positif dan negatif.

Kemampuan lain adalah penganalisaan terhadap informasi yang menuntut pengguna TI dapat memeberikan intuisinya akan kebenaran suatu informasi yang telah dipilihnya. Memang banyak bermunculan informasi yang membelokkan fakta (information bias) dan seringkali membuat berbagai kontroversi. Misalnya kasus Al-Quran virtual di dunia maya yang tekadang content-nya memiliki banyak ketidaksesuaian dengan manuskrip otentiknya. Dengan pembelajaran diharapkan individu dapat meningkatkan daya intuisinya dalam memverifikasi suatu informasi apakah itu benar atau keliru.

Kemampuan berliterasi informasi yang terakhir adalah keahlian individu dalam mengelola informasi dengan bijak. Pengorganisasian terhadap kebutuhan informasi dapat menjadi tolak ukur pengguna dalam keberhasilan implementasi suatu produk TI. Informasi yang telah terkelola memungkinkan pengguna dalam pengaplikasian informasi (pengetahuan) yang ia dapat dari TI. Sehingga ekstraksi positif dari informasi dapat digali seoptimal mungkin.

Segala kemampuan dalam berliterasi informasi tersebut kemudian dapat dijabarkan lagi menjadi dua bentuk lagi kepandaian yakni IT literacy dan media literacy. Pemahaman akan IT literacy dibutuhkan sebab pengguna akan lebih mengetahui tentang ranah suatu visi produk teknologi. Percuma saja mengadakan poyek digitalisasi terhadap suatu aspek bila publik tidak mengetahui maksud dan tujuannya. Sedangkan media literacy memberikan pemahaman pengguna akan manfaat dari media informasi yang dituntut untuk dapat memberi manfaat pencerahan intelektual dan inspirasi lainnya.

Kesimpulan dari pembahasan kajian ini adalah informasi dinilai memberi pengaruh terhadap perkembangan pola aktivitas manusia. Hal yersebut merupakan pertanda pergeseran zaman dari masyarakat industri menuju masyarakat informasi yang ditandai dengan perspektif informasi sebagai kebutuhan. Sehingga informasi memainkan peran penting dalam ruang gerak kehidupan manusia di segala bidang.

Perkembangan informasi kemudian didukung oleh penyediaan fasilitas teknologi yang memudahkan publik dalam mengakses suatu informasi. Namun sayangnya TI yang beragam juga menyuguhkan pula informasi yang beragam. Akibatnya yang kini melanda publik adalah suatu fenomena “information overload” (banjir informasi) yang membuat pengguna merasa bingung dalam menentukan pilihan terhadap informasi.

Oleh sebab itu pengguna sebagai individu menempati peran yang krusial dalam menyongsong laju perkembangan informasi di era baru ini. Agar mereka tidak terjerumus oleh beberapa efek dan bahaya informasi maka diperlukan langkah antisipasi dengan penanaman dan pemahaman individu dalam bersikap dan bertindak, dalam hal ini adalah tuntutan individu untuk memilki information literacy (melek informasi), IT literacy (kecakapan menggunakan TI) serta media literacy (kepandaian akan media).

Dengan keahlian tersebut diharapkan publik tidak salah posisi dalam arus perputaran informasi. Masyarakat informasi yang ideal adalah dimana publik diposisiskan sebagai kunci penting dalam perkembangan informasi. Sedangkan pelaku ekonomi pasar dan pihak penyelenggara informasi hanya sebagai mediator dalam penanganan kebutuhan informasi publik.
Dengan demikian, Diharapkan individu yang telah dibekali segala kemampuan tersebut akan dapat menyongsong arus laju informasi sehingga peran mereka tidak terminimalisir serta terpengaruh oleh berbagi dampak negatif perkembangan informasi. Perkembangan informasi tidak harus disikapi secara skeptis dan secara total menghindarinya, namun yang terpenting ialah pemahaman, penempatan, dan cara bersikap terhadap suatu informasi beserta produk teknologinya. Sehingga individu tidak terseret lebih jauh oleh arus perputaran informasi yang menganggap dunia ini hanya sebagai satu desa global.

Read More.. Read more...

Kajian Terhadap Fenomena Minat Baca Anak Indonesia Akan Literatur Asing Berikut Dampak Yang Ditimbulkan

Problematika mendasar masalah minat baca pada masyarakat indonesia adalah pada tingkat intensitas aktivitas membacanya yang masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan asia. Faktor budaya dapat dikatakan sebagai penyebab dari permasalahan tersebut dimana budaya lisan dan visual di Indonesia lebih dominan dan menunjukkan angka mayoritas terhadap budaya baca. Disamping itu juga tingkat keberkasaraan atau melek huruf penduduk Indonesia yang tergolong rendah merupakan penghalang terhadap aktivitas membaca.

Permasalahan tersebut juga dipengaruhi oleh seberapa jauh proses pengenalan perilaku dan minat baca sedini mungkin. Untuk hal tersebut peran orang tua dan lingkungan anak lebih diutamakan sebagai pembentukan semangat membaca dalam diri anak. Pada umumnya anak yang gemar membaca mendapat pengaruh dari orang tua maupun lingkungannnya yang kemudian pengaruh itu berkembang menjadi rangsangan pada si anak untuk menumbuhkan minat dan perilaku gemar membaca.

Namun yang banyak terjadi di lapangan adalah sebaliknya, dimana lingkungan tempat tumbuh-kembang sang anak menemukan dan mencari identitas diri tidak mendukung proses implementasi perilaku gemar membaca anak. Artinya orang tua dan lingkungan bersikap apatis terhadap aktivitas membaca. Hal yang demikian itu dapat kita jumpai hingga kini misalnya guru yang melarang murid untuk membawa bahan bacaan apapun selain buku pelajaran ke sekolah yang akan mematikan semangat membaca mereka. Selain itu sikap orang tua yang lebih mementingkan pencapaian prestasi akademik anak daripada memupuk dan menumbuhkembangkan minat anak akan bacaan maupun sastra lokal yang mampu memberikan anak gambaran tentang nilai dan norma sosial.

Di samping permasalahan mendasar akan perilaku tersebut muncul suatu fenomena ketika minat akan aktivitas membaca mulai berkembang pada golongan cinta pustaka atau masyarakat yang sudah faham dan sadar akan arti penting perilaku gemar membaca khususnya anak-anak dan remaja. Masalah tersebut yakni maraknya karya-karya terjemahan atau bacaan asing yang dienkripsi dengan menggunakan bahasa lokal.

Berbagai macam karya yang disukai oleh anak maupun remaja dalam bentuk komik, dongeng, cerita bergambar, cerita pendek maupun novel merupakan karya terjemahan yang mendominasi hampir di tiap-tiap toko buku dan penerbit lokal. Karya tersebut pada umumnya berasal dari Amerika dan Jepang. Sebut saja dongeng karya Hans Christian Andersen, komik Naruto, Death note, atau Spongebob lebih disukai oleh konsumen anak-anak dan remaja. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah dimanakah tempat karya-karya lokal oleh para pembaca di indonesia?Apakah anak-anak bangsa kita mulai terdegradasi semangat nasionalismenya?

Bila dilihat dari perspektif positif, sebenarnya fenomena tersebut merupakan sinyalemen positif terhadap pertumbuhan minat dan semangat membaca anak. Pola-pola budaya lisan yang dianggap konvensional dalam masyarakat perlahan mulai beralih pada ketertarikan terhadap aktivitas membaca. Anak maupun remaja yang sejak dini dikenalkan aktivitas dan perilaku gemar membaca akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk membentuk identitas dirinya dengan menemukannya dari bahan bacaan serta menyesuaikannya dengan kemauannya. Selain itu anak dan remaja tersebut cenderung lebih memiliki kemampuan berliteratur atau aktivitas mengekspresikan informasi sehingga menumbuhkan rasa percaya diri dan daya saing yang cukup dalam lingkungan pergaulannya. Dalam artian lain, karya terjemahan dapat dikatakan sebagai pemuas dahaga anak-anak akan bahan bacaan lokal yang selama ini lesu di pasaran.

Karya terjemahan juga dapat berfungsi sebagai katalisator terhadap berbagai budaya bangsa lain. Artinya, karya terjemahan merupakan jembatan perantara dalam pemahaman terhadap nilai moral dan budaya bangsa lain. Anak maupun remaja diharapkan dapat mengenal kebudayaan bangsa lain dalam mengkonsumsi karya terjemahan. Dari proses pengenalan atau gambaran budaya suatu negara maka akan terbentuk sikap saling menghormati antar sesama warga dunia karena anak Indonesia tidak mengalami kendala bahasa dalam membaca karya terjemahan tersebut.

Sehingga yang menjadi indikator penyampaian informasi yang dinilai berhasil dalam karya terjemahan adalah proses transformasi atau penggubahan bahasa asal yang sesuai tanpa melebihkan atau mengurangi nilai makna yang dikandungnya. Tetapi apabila proses penerjemahan itu berlangsung secara asal-asalan, tentunya akan berdampak negatif khususnya bagi para pembaca yang tidak memiliki pemahaman cukup tentang nilai budaya bangsa lain dapat mengakibatkan mereka terpengaruh oleh nilai budaya itu dan mengakibatkan budaya dan nilai moral lokal terdegradasi. Dapat dibayangkan bagaimana jadinya bila yang mempengaruhi anak-anak adalah kebudayaan yang condong ke arah negatif yang tidak sesuai dengan pandangan bangsa, tentunya akan sangat merugikan bagi perkembangan generasi bangsa dan bangsa itu sendiri secara holistik.

Intensitas terhadap aktivitas membaca karya terjemahan dapat pula melunturkan semangat nasionalisme generasi muda. Penyebabnya adalah ketika anak maupun remaja selalu disuguhi karya-karya tersebut tanpa diimbangi oleh karya lokal yang mengusung budi perkerti serta contoh-contoh normatif kedaerahan yang seharusnya lebih dikenal dan difahami anak daripada budaya luar akan memungkinkan sang anak merasa tidak bangga dan paham akan kekayaan budayanya yang pada dasarnya lebih beragam dan kaya akan nilai moral dan kearifan lokal. Bila sikap inferior akan nilai budaya dan moral bangsa terbentuk maka bisa jadi nilai-nilai tersebut akan pudar karena para generasi muda tidak memiliki ketertarikan terhadap nilai budaya lokal.

Selain memberikan dampak pada para pembacanya karya terjemahan juga memiliki dampak yang signifikan bagi penerbit berkenaan dengan maraknya karya terjemahan yang menjadi konsumsi anak-anak dan remaja di saat ketertarikan akan bacaan dan semangat membaca mulai tumbuh. Peluang tersebut disadari betul oleh para penerbit lokal untuk menghadirkan karya-karya terjemahan yang sedang disukai pasar.

Kondisi percetakan dan bidang penerbitan buku yang awalnya lesu dikarenakan minat baca rendah serta kehadiran karya-karya lokal yang sulit berkembang dalam pasar mulai secara bertahap mengalami pergeseran yang cukup signifikan. Dengan melihat peluang tersebut pihak penerbit buku dapat meraup keuntungan akan karya terjemahan yang laris di pasaran. Karya-karya bestseller seperti Harry Potter, Lord of the Ring, The Chronicle of Narnia, dan lainnya merajai pasar toko buku dan memiliki tempat khusus di hati para pembacanya. Dapat disimpulkan bahwa peluang tersebut memang membuka kesempatan dan memberikan angin segar terhadap dunia penerbitan yang sempat benar-benar lesu saat bangsa ini dilanda krisis moneter.

Sah-sah saja pihak penerbit memanfaatkan peluang tersebut demi menggairahkan kembali atmosfer usahanya. Namun perlu diingat pihak penerbit adalah pihak yang memegang autoritas terhadap karya yang akan di-release di pasar. Dalam kata lain pihak penerbit dianggap perlu memiliki kontrol akan bacaan disamping tugas pemerintah dan lembaga terkait. Hal tersebut ditujukan sebagai langkah preventif terhadap penetrasi nilai budaya asing yang terkandung dalam suatu bacaan yang berpeluang dalam penciptaan degradasi budaya. Sehingga disamping segi materi dan profit, pihak penerbit juga dintuntut untuk menghadirkan suguhan bacaan baik itu terjemahan atau karya lokal yang memiliki kualitas yakni membuat cakrawala pengetahuan dan pemahaman akan budaya lokal pembacanya bertambah.

Dari seluruh pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan yakni karya asing yang disadur, diterjemahkan, atau diadaptasikan ke dalam bahasa Indonesia tidak sepenuhnya bertentangan dengan nilai budaya lokal di Indonesia. Sehingga kita tidak perlu menentang keberadaan karya-karya tersebut karena tidak semua nilai budaya asing yang terkandung dalam suatu bacaan memiliki nilai-nilai negatif yang dapat mengikis nilai budaya lokal.

Dalam manghadapi permasalahan ini seluruh elemen bangsa baik penerbit, masyarakat, pemerintah dan pihak terkait dituntut untuk bekoordinasi dalam memecahkannnya. Salah satu cara adalah dengan memberikan pemahaman, kontrol sosial dan budaya akan suatu bacaan, serta memberi pemahaman bahwa tidak semua karya sastra yang berbau luar negeri merupakan karya yang berkualitas. Karya-karya lokal tersebut sekarang mulai bangkit dan digemari masyarakat Indonesia, misalnya Ayat-ayat cinta, Laskar Pelangi, dan Ketika Cinta Bertasbih yang kini menjadi bestseller.
Penanaman akan pemahaman tersebut juga harus diimbangi dengan mendorong tumbuh kembang bacaan lokal karya anak bangsa yang kaya akan nilai budaya, moral, budi pekerti, adat istiadat, serta kearifan lokal yang berfungsi sebagai filter dalam menghadapi penetrasi budaya asing.. sehingga para generasi penerus kita tidak kehilangan jati diri dan identitas bangsa sebagai generasi muda Indonesia.

Read More.. Read more...

Budaya Baca, Langkah Awal Menuju Kemajuan Ilmu dan Pembangunan Bangsa

Inovasi-inovasi mutakhir umat manusia dalam berbagai bidang penting kehidupan di sepanjang abad-21 merupakan hasil kajian dan eksplorasi yang intens terhadap ilmu pengetahuan. Kemudian memunculkan pertanyaan bagaimana pengetahuan tersebut didapat sehingga diperoleh hasil riset yang bermanfaat bagi kehidupan.

Tentunya hal tersebut tidak lepas kaitannya dengan aktivitas membaca. Dengan membaca menusia secara perlahan dapat menyingkap tabir misteri rahasia-rahasia alam dan bila dikaji maka ditemukanlah invensi (temuan) yang memiliki manfaat besar dalam perubahan pola kehidupan umat manusia.

Dewasa ini, dapat kita rasakan arus modernisasi dalam berbagai aspek kehidupan misalnya kepraktisan komunikasi, kecepatan akses transportasi, kemutakhiran persenjataan, serta invensi berbagai bidang lain yang dapat mempermudah kehidupan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa membaca memiliki manfaat dan peran yang berpengaruh pada kemajuan umat manusia.

Seberapa sering aktivitas membaca di kalangan masyarakat dapat ditentukan oleh minat baca masing-masing individu. Bila seluruh kalangan masyarakat memiliki minat baca yang tinggi maka dapat disebut sebagai budaya baca (keberaksaraan). Dalam arti lain budaya baca merupakan tolak ukur seberapa jauh minat baca suatu kelompok.
Budaya baca sendiri dalam arti luas tidak hanya bertumpu pada minat baca saja tetapi juga bagaimana cara untuk mengapresiasi informasi yang terkandung dalam suatu bacaan atau yang biasa disebut kepandaian berliterasi.

Read More.. Read more...

About This Blog

  © Blogger templates ProBlogger Template by Ourblogtemplates.com 2008 | Distributed by Blogger Blog Templates

Back to TOP