Kajian Atas Peranan Individu Dalam Perputaran Arus Informasi Sebagai Refleksi Terhadap Problematika Perkembangan Informasi
Era informasi adalah suatu produk dari perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan peradaban manusia. Era ini ditandai dengan transisi pola kehidupan bermula dari industry-oriented menuju masyarakat dengan pola information-oriented. Peralihan dari segmen industri menuju pada segmen informasi yang kini dianggap esensial dan urgen membuat transformasi fundamental yang mengubah cara kerja masyarakat secara global. Misalnya pergeseran jenis pekerjaan yang kini lebih berbasiskan pada ilmu pengetahuan. Sehingga terdapat perkembangan yang pesat dalam lima sektor yaitu pendidikan, penelitian dan pengembangan, media massa, serta teknologi informasi dan pelayanan informasi.
Dalam perkembangannya, pengetahuan (data, informasi, dan budaya) juga menjadi komoditas/sumber daya utama yang menggerakkan berbagai aspek semisal ekonomi, pendidikan dan politik. Akibatnya distribusi informasi atau penciptaan informasi menjadi kebutuhan yang fundamental bagi segala aspek. Hal ini akan menimbulkan individu memiliki motivasi tinggi dalam berburu dan menemukan informasi yang dianggap bisa menjadi suatu solusi akan suatu permasalahan tertentu.
Informasi yang telah dipandang dalam perspektif kebutuhan tersebut kemudian berkembang sangat pesat dengan dukungan produk teknologi. Dengan melihat peluang akan ketergantungan masyarakat terhadap informasi, beberapa pihak produsen kemudian berinovasi dalam menciptakan produk teknologi mereka terutama yang berbasis informasi. Hal ini menimbulkan output teknologi yang dilansir di pasaran menjadi sangat beragam. berbagai jenis varian muncul dan telah terimplementasi dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap seluruh pola aktivitas manusia. Mulai dari wahana TI paling sederhana berupa perangkat radio dan televisi, telepon genggam, hingga komputer beserta sambungan internet nirkabel yang membuat arus informasi mengalir dengan cepat.
Kemunculan berbagai varian TI tentunya membuat konsumen (masyarakat) memiliki beragam pilihan dalam memenuhi kebutuhannya akan informasi yang cepat, tepat, murah dan aman. Sehingga TI dinilai memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan aktivitas manusia dalam lingkupan kebutuhan akan informasi.
TI juga menciptakan paradigma baru dalam dunia kerja yang selalu dituntut seprofesional mungkin. Beberapa bidang kerja telah meangalami kesukseksan dalam pengimplementasian suatu teknologi informasi. Misalnya dalam bidang ekonomi dan perbankan dimana informasi memainkan peran penting dalam manifestasinya. TI telah mengubah wajah ekonomi konvensional yang lambat dan mengandalkan interaksi sumber daya fisik secara lokal menjadi ekonomi digital yang serba cepat dan mengandalkan interaksi sumber daya informasi secara global. Perputaran arus uang secara digital, modal, saham di Wall Street, serta nilai tukar dollar dengan hitungan menit dapat dipantau perkembangannya.
Namun seiring dengan perkembangan TI yang kian beragam, muncul suatu persoalan baru dimana masyarakat mengalami banjir informasi (information overloaded). Tiap-tiap perangkat TI yang beragam menyajikan informasi sesuai dengan formatnya masing-masing sehingga mengakibatkan membludaknya informasi di lapangan. Banyaknya informasi seringkali menjadikan pengguna TI dihadapkan pada informasi yang tidak sesuai, kandungannya yang kurang tepat, tidak relevan dengan konteks bahasan hingga informasi palsu yang tidak berdasar pada fakta.
Hal tersebut kemudian berpengaruh pada aspek psikologis masing-masing individu yang merasa bingung dalam memilih suatu produk TI beserta informasi yang disajikan. Bila fenomena banjir informasi di kalangan masyarakat luas dapat disikapi dengan landasan fundamental terhadap substansi informasi itu sendiri, maka diharapkan yang terjadi akan meminimalisir dampak negatif yang diakibatkannya. Namun apabila banjir informasi dihadapi tanpa suatu sikap mendasar maka yang akan terjadi adalah terjebak dan terseretnya masyarakat pada arus perputaran informasi yang lebih menonjolkan sisi negatifnya daripada sisi positif.
Sebagai contoh efek kemajuan media massa audio dan visual. Seperti televisi yang dalam hal ini memiliki dampak yang laten terhadap perubahan sosial karena televisi dinilai memberikan influensi terhadap nilai-nilai yang ada di masyarakat. Beragamnya tayangan yang disajikan pesawat televisi mulai dari pemberitaan tentang suatu hal yang remeh higga penting. Belum lagi efek dari tayangan yang sifatnya tidak mendidik semisal tayangan sinetron yang mayoritas hanya menonjolkan sisi kehedonisan, duniawi, materi, dan keerotisan.
Selain televisi, media internet juga dinilai membawa dampak perubahan simultan terhadap nilai-nilai budaya khususnya. Informasi dalam internet yang seringkali membawa penetrasi budaya asing dari berbagai lokasi di dunia. Berbagai peristiwa mulai dari yang remeh hingga yang penting dapat kita pantau perkembangannya dalam hitungan detik. Belum lagi aktivitas komunikasi yang sering di lakukan internet semisal e-mail, chating, blog, dan facebook memungkinkan pergeseran budaya setempat.
Intinya TI akan membawa pengaruh negatif bagi perkembangan perilaku serta pergeseran budaya (social changing) yang nantinya bila tidak disikapi dan ditanggulangi secara tepat dan dini akan menimbulkan permasalahan yang terakumulasi di belakang menjadi suatu problem yang telah akut.
Oleh karena itu diperlukan suatu pembentukan dan pembangunan kedewasaan bersikap dalam menanggulangi kencangnya laju informasi. Dalam hal ini tentunya yang memegang kendali terpenting adalah pihak pengguna TI yang bersangkutan. Masyarakat dalam konteks ini perlu diposisikan sebagai kunci utama arus informasi sebab merekalah yang memainkan peran utama juga mereka pulalah yang mendapat imbas secara langsung. Posisi strategis tersebut akan mengembangkan otoritas para pengguna dalam pemanfaatan TI bukannya menjadi objek eksploitasi oleh pasar dan bisnis informasi produsen yang jeli melihat peluang.
Dalam arti lain limpahan informasi tak kunjung dapat mencerdaskan khalayak bila yang memegang kunci akses terhadap informasi adalah para penguasa-penguasa teknologi atau pemain ekonomi pasar yang mengejar profit maupun rating.
Maka dalam menghadapi perkembangan informasi peran publik maupun individu haruslah didukung oleh kecerdasan dalam informasi (information literacy). Melimpahnya informasi tidak akan membawa dempak yang negatif andaikata publik dapat mengeksplorasi informasi menjadi sumber daya yang bermanfaat. Publik dituntut untuk dapat mengembangkan sikap melek informasinya yang dalam hal ini dapat berupa kemampuan dalam implementasi dari suatu teknologi informasi.
Kemampuan dalam information literacy dimulai dari kecakapan individu dalam pengoperasian suatu produk informasi. Suatu implementasi teknologi dinilai gagal apabila sumber daya manusia tidak terarah untuk memiliki penguasaan secara teknis terhadapnya. Dalam konsep kajian psikologis terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang alasan individu yakni theory of reasoned action (TRA), theory planned behavior (TPB) dan technology acceptance model (TAM).
Keahlian dalam mengakses suatu informasi juga tak kalah penting dalam pengaruh perkembangan informasi. Setelah individu memiliki keterampilan teknis dalam pengoperasian TI, diharapkan mereka juga memiliki kemampuan dalam mengakses informasi menggunakan produk TI menerapkan keahlian teknis. Tidak bisa dibayangkan apabila salah seorang individu ingin mengakses informasi tetapi dia tidak meiliki keahlian implementasi teknis. Oleh karena itu perlu upaya yang lebih gencar dalm melatih keahlian operasional TI.
Kemampuan selanjutnya yang perlu diterapkan adalah keahlian dalam menyeleksi suatu informasi. Dalam hal ini diperlukan suatu proses pembelajaran dalam hal bersikap dan menentukan pilihan yang selektif akan informasi. Informasi yang melimpah dan beragam kemudian harus disikapi secara dewasa. Masing-masing individu harus memiliki kemampuan dalam menentukan opsi-opsi prioritas akan kebutuhan informasinya. Pengguna diharapkan mampu memberikan definisi akan informasi yang positif dan negatif.
Kemampuan lain adalah penganalisaan terhadap informasi yang menuntut pengguna TI dapat memeberikan intuisinya akan kebenaran suatu informasi yang telah dipilihnya. Memang banyak bermunculan informasi yang membelokkan fakta (information bias) dan seringkali membuat berbagai kontroversi. Misalnya kasus Al-Quran virtual di dunia maya yang tekadang content-nya memiliki banyak ketidaksesuaian dengan manuskrip otentiknya. Dengan pembelajaran diharapkan individu dapat meningkatkan daya intuisinya dalam memverifikasi suatu informasi apakah itu benar atau keliru.
Kemampuan berliterasi informasi yang terakhir adalah keahlian individu dalam mengelola informasi dengan bijak. Pengorganisasian terhadap kebutuhan informasi dapat menjadi tolak ukur pengguna dalam keberhasilan implementasi suatu produk TI. Informasi yang telah terkelola memungkinkan pengguna dalam pengaplikasian informasi (pengetahuan) yang ia dapat dari TI. Sehingga ekstraksi positif dari informasi dapat digali seoptimal mungkin.
Segala kemampuan dalam berliterasi informasi tersebut kemudian dapat dijabarkan lagi menjadi dua bentuk lagi kepandaian yakni IT literacy dan media literacy. Pemahaman akan IT literacy dibutuhkan sebab pengguna akan lebih mengetahui tentang ranah suatu visi produk teknologi. Percuma saja mengadakan poyek digitalisasi terhadap suatu aspek bila publik tidak mengetahui maksud dan tujuannya. Sedangkan media literacy memberikan pemahaman pengguna akan manfaat dari media informasi yang dituntut untuk dapat memberi manfaat pencerahan intelektual dan inspirasi lainnya.
Kesimpulan dari pembahasan kajian ini adalah informasi dinilai memberi pengaruh terhadap perkembangan pola aktivitas manusia. Hal yersebut merupakan pertanda pergeseran zaman dari masyarakat industri menuju masyarakat informasi yang ditandai dengan perspektif informasi sebagai kebutuhan. Sehingga informasi memainkan peran penting dalam ruang gerak kehidupan manusia di segala bidang.
Perkembangan informasi kemudian didukung oleh penyediaan fasilitas teknologi yang memudahkan publik dalam mengakses suatu informasi. Namun sayangnya TI yang beragam juga menyuguhkan pula informasi yang beragam. Akibatnya yang kini melanda publik adalah suatu fenomena “information overload” (banjir informasi) yang membuat pengguna merasa bingung dalam menentukan pilihan terhadap informasi.
Oleh sebab itu pengguna sebagai individu menempati peran yang krusial dalam menyongsong laju perkembangan informasi di era baru ini. Agar mereka tidak terjerumus oleh beberapa efek dan bahaya informasi maka diperlukan langkah antisipasi dengan penanaman dan pemahaman individu dalam bersikap dan bertindak, dalam hal ini adalah tuntutan individu untuk memilki information literacy (melek informasi), IT literacy (kecakapan menggunakan TI) serta media literacy (kepandaian akan media).
Dengan keahlian tersebut diharapkan publik tidak salah posisi dalam arus perputaran informasi. Masyarakat informasi yang ideal adalah dimana publik diposisiskan sebagai kunci penting dalam perkembangan informasi. Sedangkan pelaku ekonomi pasar dan pihak penyelenggara informasi hanya sebagai mediator dalam penanganan kebutuhan informasi publik.
Dengan demikian, Diharapkan individu yang telah dibekali segala kemampuan tersebut akan dapat menyongsong arus laju informasi sehingga peran mereka tidak terminimalisir serta terpengaruh oleh berbagi dampak negatif perkembangan informasi. Perkembangan informasi tidak harus disikapi secara skeptis dan secara total menghindarinya, namun yang terpenting ialah pemahaman, penempatan, dan cara bersikap terhadap suatu informasi beserta produk teknologinya. Sehingga individu tidak terseret lebih jauh oleh arus perputaran informasi yang menganggap dunia ini hanya sebagai satu desa global.
0 comments:
Post a Comment